IMPLIKATUR PRINSIP IRONI DALAM 'KAMUS CEWEK'



Tergelitik hati saya ketika membaca ini. Saya sering mendengar keluhan pria yang bilang 'apaan sih cewek ribet banget, tinggal bilang nggak aja apa susahnya?' atau kamus wanita diatas seringkali dijadikan bahan lelucon. Lucu sih, sebagai perempuan saya jadi geli sendiri, apa susahnya bilang nggak. Sebagai anak bahasa, fenomena 'kamus wanita' merupakan bahan analisis yang menarik untuk ditelaah lebih dalam lagi. Perbedaan antara tuturan wanita dan makna ungkapannya ini mebuat orang - orang berpendapat bahwa wanita memiliki kamus sendiri. Kebetulan, saya sedang menulis skripsi berkaitan dengan implikatur dalam prinsip ironi, yang saya kira teori ini sangat pas untuk rujukan analisis 'kamus wanita'.

Di dalam ilmu linguistik ada sebuah cabang ilmu yang membahas tentang makna berdasarkan situasi ujar atau disebut dengan istilah pragmatik. Menurut Leech dalam bukunya 'Dasar - Dasar Pragmatik', pragmatik adalah cabang ilmu tentang makna dalam hubungannya dengan situasi - situasi ujar. Situasi - situasi ujar tersebut disebut konteks. Konteks adalah pengetahuan latar belakang yang sama - sama dimiliki oleh penutur (pembicara) dan petutur (pendengar). Di dalam pragmatik, makna sebuah tuturan tidak sebatas apa yang diungkapkan, tetapi ada makna tersirat yang kadang berbeda dengan yang sebenarnya dingkapkan, hal ini disebut implikatur. Implikatur dapat juga diartikan sebagai maksud, pengertian, keterlibatan atau ungkapan - ungkapan hati yang terselubung dalam suatu proses komunikasi. 

Ada dua prinsip penting yang mengatur percakapan, yaitu prinsip kerjasama dan prinsip sopan santun. Di antara kedua prinsip tersebut ada sebuah prinsip yang bersifat parasit terhadap kedua prinsip utama, yaitu prinsip ironi. Disebut parasit karena prinsip ini memungkinkan seseorang berbuat tidak sopan melalui sikap yang seakan - akan sopan. Artinya,  prinsip ini menjungjung tinggi kesopanan dibalik ketidaksopanannya. Prinsip ironi sangat bergantung pada kemampuan petutur (pendengar) untuk melihat sesuatu dengan menggunakan perspektif yang bertentangan. Untuk memahami ironi maka diperlukan kepekaan pendengar terhadap konteks. Menurut Leech, biasanya kita menggunakan prinsip ironi sebagai pengganti sikap tidak sopan dan bertujuan untuk menyudutkan orang lain. 




Pada gambar di atas, bagian sebelah kiri merupakan tuturan wanita sedangkan bagian kanan merupakan makna dari ungkapan tersebut. Dari gambar tersebut, nampak jelas bahwa yang dikatakan wanita berbanding terbalik dengan yang dimaksudkannya. Hal ini sesuai dengan teori prinsip ironi yang dikemukakan oleh Leech. Perbedaan antara yang dituturkan dengan yang dimaksudkan ini menjadi indikator terjadinya ironi.

Kita buat sebuah konteks, agar prinsip ironi lebih dipahami.

Seorang wanita berpacaran dengan pria yang memiliki hobi bermain DOTA hingga lupa waktu. Suatu saat sang pria meminta izin untuk bermain DOTA pada pacarnya. Wanita tersebut sebenarnya sangat tidak suka dengan kebiasaan tersebut. Meskipun begitu ia tetap mengizinkan pacarnya bermain.

P  : Aku main DOTA dulu ya
W: Iya silahkan!!

Setelah main DOTA

P  : Kok dari tadi cuek banget, marah ya?
W :Engga kok!

Berdasarkan konteks percakapan, ungkapan 'iya silahkan' dan 'enggak kok!' ini memiliki makna yang bertentangan. 'Iya silahkan' bermakna 'tidak boleh' dan 'enggak kok' sebenarnya memiliki arti 'saya marah'. Perbedaan antara yang diungkapkan dengan maksud tuturan ini disebut proposisi tidak informatif dan termasuk ke dalam ciri ironi. Jika dia tidak mengizinkan pacarnya bermain dota dengan mengungkapkan 'tidak boleh' maka tuturannya akan melanggar prinsip sopan santun pada maksim kecocokan. Maksim kecoockan mengatur penutur untuk meminimalisir ketidakcocokan dengan lawan bicara. Sehingga, melalui tuturan ironi, wanita berusaha untuk bersikap sopan.

Memang tidak semua tuturan wanita harus dimaknai dengan perspektif bertentangan. Dalam permasalahan kamus wanita, mereka (para wanita) mengharapkan kepekaan pria agar melihat jawabannya dari perspektif yang bertentangan. Sedangkan pria hanya memaknai ujaran secara semantik atau makna yang sebenarnya. Ketidaksinkronan inilah yang menyebabkan terjadinya konflik. Hal ini terjadi karena wanita menuntut kepekaan pasangan terhadap tuturannya sedangkan pasangannya tidak memahami kode yang diutarakan sehingga makna terselubung dalam tuturannya tidak sampai. Untuk meminimalisir konflik pada sebuah hubungan antara pria dan wanita, ada baiknya wanita tidak menggunakan prinsip ironi dalam mengatakan maksud yang ingin disampaikannya, karena prinsip ironi membutuhkan kepekaan sedangkan pria pada dasarnya tidak begitu peka.



Bandung, 1 Mei 2015




Amateur Traveler,
Dinda Alhumaira

Comments

  1. Boleh tau untuk prinsip ironi menggunakan buku apa aja kak?

    ReplyDelete
    Replies
    1. Untuk grand teori nya saya ambil dari buku leech yang prinsip dasar pragmatik. Teori pendampingnya buku Black 'Stilistika Pragmatik' Ka.... 😃

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

DIBALIK PERTANYAAN 'NIKMAT TUHAN MANAKAH YANG KAMU DUSTAKAN?'

Separuh Sempurna