SEPENGGAL HIKMAH DALAM KISAH
Lagi
– lagi ini bukan kisah perjalanan ke suatu tempat. Ini adalah sepenggal kisah
yang mudah – mudahan dapat diambil hikmahnya. Bukan bermaksud menceramahi tetapi berbagi. Saya rasa semua orang pernah mengalami kebingungan, baik dalam memilih pekerjaan, memilih pasangan, memilih jurusan, memilih judul skripsi dan sebagainya. Ada satu video yang rasanya cukup membuat saya termenung. Video ini bagus, menurut saya, coba di tonton lalu dipahami.Untuk para muslim tentulah sudah hafal di luar kepala, surat pertama yang mungkin orang tua atau guru ngaji anda ajarkan. Mudah, hanya empat ayat, tapi pertanyaannya sudahkah anda memahami surat tersebut? Saya pribadi menjawab belum.
Setelah menonton ini, pertanyaan yang timbul di benak saya adalah 'tujuan hidupmu apa? Sudah dua puluh dua tahun hidup di dunia ini apa yang sudah di lakukan?' pertanyaan klasik memang, yang setelah menanyakan ini, lalu lupa dan sibuk kembali dengan dunianya tanpa tujuan yang jelas. Video ini bukan tentang keikhlasan manusia yang seharusnya seperti surat al ikhlas yang tidak satu pun kata ikhlas disebutkan didalamnya. Coba disimak kembali.
بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤
قُلْ هُوَ ٱللَّهُ أَحَدٌ ﴿١﴾ ٱللَّهُ ٱلصَّمَدُ ﴿٢﴾ لَمْ يَلِدْ وَلَمْ يُولَدْ ﴿٣﴾ وَلَمْ يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدٌۢ ﴿٤
1). Katakanlah: Dia-lah Allah, Yang Maha Esa
2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
2). Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu
3). Dia tiada beranak dan tidak pula diperanakkan
4). Dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia
Sederhana, hanya mengingatkan keesaan Allah tapi berdampak besar pada tujuan hidup kita. Dalam video tersebut dijelaskan, bahwa pada dasarnya di hati setiap manusia sudah ada Allah, tapi ketika menjalani dan kehilangan Allah dalam hidup kita, maka hati akan merasa kosong, lalu manusia mencari sesuatu yang lain untuk mengisi hatinya. Digambarkan pula, bermacam - macam cara manusia mengisi kekosongan hatinya, dengan uang, cinta, anak, pekerjaan, dan sebagainya. Tetapi, pernahkan teman - teman merasakan, ketika sudah mendapatkan apa yang dicita - citakan, yang diharapkan menjadi nyata, tapi selalu ada yang kurang? Hati tetap merasa kosong? Saya menjawab ya. Belakangan ini, saya pribadi mempertanyakan itu. 'Kenapa ya hati ko ga tenang, kaya ada yang kurang deh, aduh bingung' ini saya. Saya pribadi juga pernah berambisi harus begini, begitu, hanya untuk mengisi kekosongan, tapi setelah semua tercapai, hanya kepuasan sesaat lalu hilang. Ketika mengisi hati selain Allah, maka kita akan terobsesi, apapun akan dilakukan, ketika kita kehiangan hal tersebut maka kecewa luar biasa yang akan didapat.
Saya iseng browsing ustadz Nouman Ali di youtube, lalu muncul video al ikhlas. Dalam video tersebut dijelaskan ketika kita menjalani hidup tanpa ada Allah di hati kita, semua akan berujung kecewa ketika hal yang mengisi hati kita hilang. Setelah menonton saya merasa ini mungkin jawaban mengapa selalu ada bagian hati yang terasa kosong dan tidak terisi. Lupa menyertai Allah dalam setiap harapan dan cita - cita yang tercapai. Tidak ada yang salah mengejar materi, mencari pasangan, memprioritaskan anak, menonton film, pergi jalan - jalan atau sebagainya, semua yang dilakukan tidak salah, asalkan menyertakan Allah dalam setiap langkahmu, bukan? Mari bandingkan ketika kita menuntut ilmu karena Allah, mendidik anak karena Allah, bekerja karena Allah, mungkin akan berbeda rasa kepuasan dalam dirinya. Saya sekolah agar dapat pekerjaan, mencari uang agar bisa jalan - jalan ke tempat yang diinginkan, pergi ke suatu tempat biar bisa upload foto di sosial media. Seperti itukah? Seandainya niatnya saya sekolah karena Allah agar menjadi manusia yang bermanfaat di dunia, saya menikah karena Allah untuk membuktikan ketaatan akan perintahNya, saya mendidik anak karena Allah untuk menjadi bekal di akhirat yang akan menyelamatkan saya dari api neraka. Saya rasa dengan niat yang seperti itu, akan terdapat kepuasan yang lebih lama, lebih abadi, yang mudah - mudahan setiap langkahnya menjadi amal kebaikan. Menyebut Allah adalah Tuhanku satu mudah bukan? Tapi, sudahkah mengiringi setiap tujuan hidupmu dengan Allah? Jawaban saya pribadi, belum.
Ketika hati ini tergerak untuk menjadi lebih baik, yakinlah Allah yang menggerakan hatimu. Dalam buku 'Tahuhid for Teens' ada hal yang membuka wawasan saya. Dalam buku tersebut dituliskan 'Seluruh yang ada di semesta ini bergerak dan membutuhkan penggerak. Dan penggerak itu adalah Tuhan'. Di dalam buku tersebut menjelaskan seluruh semesta yang kita amati dalam keadaan bergerak. Semua yang bergerak memerlukan penggerak, karena tidak mungkin ada gerakan tanpa penggerak. Dan setiap gerakan digerakan oleh Penggerak Pertama, yakni penggerak yang tidak bergerak dan tidak memerlukan penggerak lagi. Aristoteles dalam physics, Book VIII, menyatakan, 'Penggerak pertama haruslah sesuatu yang tunggal dan kekal, tidak terbagi dan tidak memiliki bagian - bagian dan tidak memiliki magnitude'. Sambungkan dengan surat Al Ikhlas, 'Dialah Allah yang Maha Esa, hanya kepadaNya kita bergantung, tidak beranak dan tidak pula diperanakkan, tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia' ketika hatimu tergerak akan sesuatu kebaikan, yakinlah Allah yang menggerakkan hatimu. Banyak orang bilang nunggu hidayah, menurut saya mungkin Allah sudah memberikan hidayahNya, hanya saja hati kita yang tidak bersambut. Mungkin Allah sudah menggerakan hati kita dengan keinginan ingin berjilbab, tetapi hidayahNya tidak disambut.
Apa yang menyebabkan hati kita tidak menyambut hidayahNya? Saya menemukan jawabannya dalam buku 'Doa Bukan Lampu Aladin'. Seorang pengajar Tasawuf di Tel Aviv, Israel, Sara Sivi, menulis buku berjudul The Taste of Hidden Thing. Buku ini menceritakan bagaimana merasakan hal - hal yang tersembunyi. Dia bercerita dalam perjalanan menuju Allah, pada saat kita sudah masuk untuk ke rumahNya, kita selalu bertubrukan dengan ego kita di pintu itu. Setelah bekerja keras untuk menggapai pintu itu dan sampai di pintu itu, kita bertubrukan dengan ego kita dan akhirnya kita terpental lagi dari sana. Ego kita selalu menyertai kita, dan kita sulit untuk meninggalkannya. Jadi, selama ini mungkin Allah sudah menggerakan hati kita, memberikan hidayahNya, tetapi pada akhirnya kita terbentur oleh ego sendiri, lalu mengedepankan egoisme dan akhirnya mengurungkan niat untuk mendekati Allah. Takut dibilang so alim, takut dijauhi teman - teman, takut ga bisa bebas itu salah satu bentuk ego yang sering menghalangi hidayahNya.
Berubah itu mudah yang susah istiqamah. Kalau hanya sekedar berjilbab, itu mudah, yang sulit adalah sanggupkah setiap hari berjilbab? Atau sudah berjilbab setiap hari, sanggupkah jilbabmu menjadi alasan untuk menghindari dari perbuatan - perbuatan yang tidak Allah senangi? Kalau sudah sanggup jilbabmu menjadi pengontrol sikapmu, sanggupkah kamu mengajak teman - temanmu untuk berbuat sama sepertimu?
Pertanyaan tersebut, untuk saya pribadi tulisan di atas pun untuk saya pribadi. Karena ketika saya menulis ini pun, saya masih sering terbentur oleh ego yang membuat semakin jauh denganNya. Atau ketika saya sudah memutuskan untuk mengikuti apa kata hati, masih sering sekali hanya dilakukan kalau butuh saja, tahajjud kalau besoknya mau ujian, mengaji kalau sedang sedih saja. Itu saya. Mudah - mudahan Allah berkenan untuk selalu membimbing dan menggerakan hati kita untuk menyambut hidayahNya. Aamiin.
17 April 2015
Amateur Traveler, Dinda Alhumaira
بسم الله الرحمن الرحيم
ReplyDeleteSurat Al Ikhlas selalu menjadi tambahan bacan surat pendek dalam sholat..
Ketika membaca surat tersebut ketenangan lebih mendalam..
Perna kah mengalami doa yang tidak terkabul pada saat kita meminta tetapi terkabul pada saat waktu dan tempat yang tepat..??
Dan rasa syukur akan membuat ego leleh dan ketaatan akan meningkat.
Inshaallahu
Allahu A'lam
Wassalam
KK44