PADANG KERBELA : Telaga Darah dan Air Mata
Penulis : George Zeidan
Alih
Bahasa : Mahyuddin
Syaf
Cetakan
Pertama : 1981
Penerbit : PT. Alma’rif
Sebuah buku lama dengan bahasa
melayu ini mengisahkan tentang peristiwa naas yang terjadi pada cucu baginda
Rasulullah, Husein bin Ali. Ceritanya ringan tetapi
menggambarkan dengan cukup jelas apa yang terjadi pada masa kekhalifahan Yazid bin
Muawiyah. Buku ini mengambil sudut pandang seorang gadis cantik yang telah
kehilangan ayahnya, bernama Salma. Dikisahkan Salma beserta paman Amer dan
Abdurahman, tunangannya, pergi menuju Damsyik dengan membawa misi balas dendam. Ayahnya, Hajar bin Ady tewas
dibunuh oleh Muawiyah karena membela Imam Ali. Pada masa kekhalifan Muawiyah, menantu
baginda Rasul ini, harus dicaci dan dimaki. Muawiyah dan pengikutnya sangat
membenci Ali dan membunuh siapa saja yang membela ayah dari Hasan dan Husein itu.
Sepeninggal ayahnya, Salma diasuh oleh paman Amer. Sedangkan
Abdurahman merupakan teman semasa kecil. Kini setelah dewasa, teman sepermainannya itu menjadi tunangannya. Hajar bin Ady berwasiat bahwa Salma
dan Abdurahman boleh menikah jika sudah menuntutkan bela untuk Imam Ali. Demi
membalas dendam atas kematian ayahnya dan menurunkan kekhalifahan Muawiyah,
mereka pun menyusun rencana pembunuhan. Sesampainya di Damsyik, mereka menginap
di sebuah gereja dimana Khalifah Yazid akan transit sebelum melakukan
kebiasannya yaitu, berburu. Bagi mereka, hal ini merupakan kesempatan emas
untuk membunuh Khalifah. Singkat cerita, Abdurahman pergi seorang diri untuk
mengikuti Yazid berburu dan berencana untuk menikamnya, sedangkan Salma dan Paman Amer menunggu di gereja. Tanpa mereka ketahui, seorang pengkhianat bernama
Syamar, membuntuti Abdurahman dan mengadukan rencana mereka kepada Ibnu Ziyad,
seorang kepercayaan khalifah. Rencana pembunuhan pun gagal. Abdurahman
ditangkap dan dipenjarakan. Tak lama setelah itu, berita tentang kegagalan Abdurahman sampai pada kedua saudaranya yang menunggu di gereja. Salma dan Paman Amer dilanda kesedihan yang mendalam saat mendengar berita itu. Salma putus asa. Ia merasa hidupnya sudah
tiada guna lagi jika tunangannya mati.
Konflik pun dimulai, Yazid bin Muawiyah, Ibnu Ziyad dan Syamar jatuh hati pada Salma. Kesedihan Salma karena ditinggal kekasihnya ini, membuatnya mengambil keputusan untuk menikah dengan Yazid bin Muawiyah. Ia menyusun rencana untuk melanjutkan misi Abdurahman. Ketiganya, Amer, Salma dan Abdrahman, kemudian terpisah. Abdurahman menjadi tawanan, Salma pergi ke istana untuk melanjutkan misi mereka, sedangkan Amer menunggu kabar tentang kedua ponakannya di Damsyik. Syamar merasa cemburu dan kesal karena tidak mendapatkan hati gadis pujaannya. Ia mengetahui alasan Salma menikahi khalifah dan mengadukadannya pada Ibnu Ziyad. Rencana pembunuhan di malam pertama pun gagal. Salma tertangkap basah membawa pedang yang disembunyikannya di bawah kasur. Ia menjadi tawanan dan nyaris dijatuhi hukuman mati. Yazid memerintahkan Ibnu Ziyad untuk meracuni Salma. Akan tetapi, ia tidak sampai hati membunuh perempuan yang telah mencuri hatinya itu. Ia itupun memutuskan untuk memberinya obat tidur agar Salma dianggap sudah mati lalu membawanya ke Kuffah. Saat itu, Ibnu Ziyad diangkat menjadi gubernur di sana. Ia diutus khalifah untuk memberantas pemberontakan yang dipimpin oleh Muslim bin Ukeil, salah seorang keluarga Husein, terhadap kekhalifahan Muawiyah.
Masyarakat Kuffah mengirimi surat pada Imam Husein. Surat tersebut berisi tentang pernyataan bahwa mereka akan membai'at padanya. Lalu diutuslah Muslim bin Ukeil untuk menyelidiki keadaan di sana. Setelah mengetahui kebenaran bahwa penduduk Kuffah akan membantu Imam Husein menjadi khalifah, Muslim bin Ukeil menyiapkan pasukan untuk melakukan penyerangan kepada Ibnu Ziyad. Di sinilah pengkhianatan penduduk Kuffah terungkap. Setibanya di istana gubernur, Muslim ditinggalkan oleh pasukannya. Mereka diiming - imingi kekuasaan dan harta oleh pemerintah lalu pergi meninggalkan Muslim. Mengetahui kondisinya yang telah ditinggalkan pasukan, ia segera berlari dan menyelamatkan diri. Sayangnya, pelarian tersebut tidak berlangsung lama. Keesokan harinya ia berhasil ditangkap lalu dipenggal.
Di sinilah puncak kekejaman Ibnu Ziyad terhadap keluarga Rasul terjadi. Imam Husein tiba di sebuah padang yang disebut Karbala. Ia dan pasukannya yang berjumlah tidak lebih dari seratus orang ini di hadang pasukan Ibnu Ziyad yang jumlahnya ribuan. Satu persatu pasukan Imam Husein dibunuh dengan kejam. Mereka membiarkan keluarga Husein dan pengikutnya kehausan padahal di sampingnya mengalir sungai Euphrat. Dengan tiada hati nurani, tak diizinkan setegukpun keluarga Husein meminumnya. Perjanjian damai sudah ditawarkan, tetapi Ibnu Ziyad tetap pada pendiriannya dan memerintahkan untuk membunuh Husein. Tidak cukup sampai di sana, ia menyuruh pasukannya memenggal dan membawa kepalanya ke hadapan. Singkatnya Husein terbunuh dengan beberapa anak panah tertancap di tubuhnya. Sesuai dengan perintah, mereka memenggal kepala cucu baginda Rasulullah ini dan membawanya keliling kota sebagai tanda kemenangan.
Kelebihan Buku :
Buku ini menggambarkan sebuah peristiwa sejarah dengan sangat teratur dan jelas. Meskipun kita tidak mengetahui bagaimana sejarah islam sebelumnya tetapi penulis mampu mengisahkan secara singkat kondisi islam saat itu. Penulis juga mampu membuat sejarah tidak lagi membosankan. Kisah cinta Salma dan Abdurahman menjadi bumbu agar cerita tidak monoton.
Hikmah :
Kisah karbala merupakan cerminan hari ini. Mungkin sudah banyak yang mengetahui kisah ini atau banyak pula yang tidak mengetahui. Beberapa kalangan mengatakan bahwa perang karbala merupakan awal pertikaian sunni dan syiah. Suni menuding syiah kafir, lalu mereka saling menyerang sesama muslim lainnya atas dasar pemikiran yang menganggap mereka sesat. Golongan satu mengkafir - kafirkan golongan yang lain karena tidak satu paham dengannya. Mereka berperang memusnhakan satu golongan atas nama jihad. Para mujahidin yang menyebut tindakannya adalah jihad ini merasa paling benar dan menghalalkan perang yang tidak beradab. Yang dikhawatirkan adalah kondisi saling menuding kafir ini dimanfaatkan oleh orang - orang berkepentingan untuk mengadu domba umat muslim. Oh sudahlah, bukankah islam itu indah dan mencintai damai? Bukankah kebenaran hanya milik Allah dan manusia tempat salah? Tulisan ini tidak bertujuan untuk menyudutkan golongan manapun. Saya masih sangat awam tentang agama. Saya pun bukan islam sunni maupun syiah. Saya islam yang diawali dengan syahadat, mengakui keesaan Allah, dan mempercayai bahwa Muhammad utusanNya. Dan yang saya tahu islam itu welas asih. (penjelasan islam yang welas asih menurut Karen Armstrong dalam blog Dina Sulaeman)
"Karena merasa paling benar adalah tindakan sombong paling nyata" -DPA
Bandung, 11 Juli 2015
Amateur Traveler,
Dinda Alhumaira
Comments
Post a Comment